Pluto dan Perkembangan Lanskap Tata Surya Kita

Penemuan Pluto

Sekitar delapan puluh tahun yang lalu, seorang astronom yang bekerja di Observatorium Lowell di Amerika Serikat menemukan sesuatu yang memicu sebuah perubahan besar terhadap cara kita memandang Tata Surya. Astronom muda tersebut adalah Clyde Tombaugh, seorang asisten pengamat di Observatorium Lowell yang dibuat terkenal oleh astronom hebat, Percival Lowell. Pada saat itu, Tombaugh sedang melanjutkan pencarian terhadap sebuah planet yang sulit ditemukan – planet X – yang diyakini oleh Lowell (meski sebenarnya tidak) bertanggung jawab atas terganggunya lintasan orbit Uranus dan Neptunus.

Dalam setahun setelahnya, setelah menghabiskan banyak malam dengan teleskop untuk “membakar” pelat-pelat fotografi, kemudian berbulan-bulan menyigi pelat-pelat tersebut dengan teliti untuk mencari tanda-tanda keberadaan sebuah planet (sebuah pekerjaan yang menjemukan), Tombaugh menemukan objek yang ia cari. Sekitar pukul empat sore tanggal 18 Feburari 1930, Tombaugh mulai membandingkan dua pelat yang diambil pada bulan Januari yang memperlihatkan sebuah daerah di dalam konstelasi Gemini. Saat ia membandingkan kedua pelat, mencoba untuk melihat jika ada sesuatu yang bergerak (tanda bahwa benda itu kemungkinan adalah planet yang ia cari, bukan bintang), ia menemukan sesuatu. Saat itu, terlihat sebuah objek kecil berpindah beberapa milimeter pada plat ketika ia membandingkan dua pelat fotografi (yang diambil pada waktu yang berbeda). Tombaugh menemukan sebuah planet baru! (Stern & Mitton, 2005).

Lanskap Tata Surya yang Berubah

Objek yang ditemukan oleh Tombaugh dinamakan Pluto, sebuah nama yang secara resmi diadopsi oleh American Astronomical Society, Royal Astronomical Society di Inggris, dan International Astronomical Union (IAU). Pluto merupakan sebuah dunia yang dingin membekukan, berjarak milyaran kilometer dari bumi, dan tiga puluh kali lebih ringan daripada planet yang sebelumnya dikenal sebagai planet terkecil, Merkurius. Tetapi Pluto tidak sendirian. Ia kemudian didapati memiliki lima satelit. Charon, satelit terbesarnya, ditemukan pada 1978. Keempat satelit lainnya ditemukan menggunakan Hubble Space Telescope, sebuah teleskop luar angkasa, pada tahun 2005, 2011, dan 2012, dan secara resmi dinamakan Nix dan Hydra pada awal 2006 (baca lebih lanjut), serta Kerberos dan Styx pada tahun 2013 oleh IAU (baca lebih lanjut).

Pandangan tentang lanskap Tata Surya mulai berubah sejak 30 Agustus 1992 dengan ditemukannya sebuah objek oleh David Jewitt dan Jane Luu dari University of Hawaii. Objek tersebut merupakan yang pertama dari lebih dari seribu objek yang selanjutnya ditemukan mengorbit lebih jauh dari Neptunus pada daerah yang kemudian sering disebut sebagai daerah Trans-Neptunian. Pada umumnya objek-objek seperti ini digolongkan sebagai objek Trans-Neptunian (Trans-Neptunian Objects, TNOs).

Dengan semakin bertambahnya penemuan Trans-Neptunian Objects (TNOs), sepertinya tidak bisa dihindari bahwa kelak akan ditemukan satu objek yang menyaingi Pluto dalam hal ukuran. Pada malam hari 21 Oktober 2003, Mike Brown dari Caltech, Chad Trujillo dari Observatorium Gemini dan David Rabinowitz dari Yale University menggunakan sebuah teleskop dan kamera di Observatorium Palomar, Amerika Serikat untuk menyigi tepian Tata Surya. Malam itu, mereka mengambil citra suatu daerah di langit yang menampilkan sebuah objek yang bergerak relatif terhadap bintang-bintang latar belakang. Setelah dianalisis, ternyata mereka menemukan dunia dingin baru yang mengorbit Matahari, dengan diameter sekitar 2500 km. Pengamatan lanjutan mengungkapkan bahwa objek tersebut (pada mulanya dinamai 2003 UB313 berdasarkan protokol IAU mengenai penamaan awal dari objek-objek serupa) berukuran lebih besar dari Pluto dan juga mempunyai sebuah satelit (baca lebih lanjut). Dengan ditemukannya sebuah objek di tempat yang lebih jauh dari Neptunus dengan ukuran dan massa yang lebih besar dari Pluto serta terus bertambahnya penemuan objek Trans-Neptunian, banyak astronom mulai bertanya-tanya: “Sebenarnya, apa itu planet?”

Kelas Objek Baru dan Pendefinisian Planet 

IAU bertanggung jawab melakukan penamaan dan nomenklatur terhadap benda-benda keplanetan dan satelitnya sejak awal 1900-an. Sebagaimana dijelaskan oleh mantan presiden IAU, Professor Ron Ekers:

Penetapan dan rekomendasi (oleh IAU) tersebut tidak ditetapkan oleh hukum nasional ataupun internasional manapun; sebaliknya penetapan dan rekomendasi tersebut menetapkan konvensi yang dimaksudkan untuk membantu kita memahami proses dan objek astronomis.  Oleh karena itu, rekomendasi IAU harus didasarkan pada fakta ilmiah yang mapan dan memiliki konsensus yang luas di komunitas sains terkait. (baca artikel lengkap pada hal. 16 di the IAU GA Newspaper)

IAU memutuskan untuk membuat sebuah komite yang bertugas mengumpulkan pendapat dari berbagai kepentingan ilmiah, yang mencakup astronom profesional, ahli keplanetan, sejarawan, penulis, dan pendidik. Dengan demikian, terbentuklah Komite Pendefinisian Planet (Planet Definition Committee) sebagai bagian dari Komite Eksekutif IAU (IAU Executive Committee), yang kemudian dalam waktu singkat mempersiapkan draf resolusi untuk diajukan kepada para anggota IAU. Draf resolusi tersebut diselesaikan setelah pertemuan terakhir di Paris. Salah satu aspek penting dari resolusi tersebut, sebagaimana dideskripsikan oleh Profesor Owen Gingerich, ketua dari IAU Planet Definition Committee, adalah: “Dari sisi ilmiah, kami ingin menghindari batasan (definisi planet) yang semata ditentukan berdasarkan nilai/besarnya terhadap jarak, periode, ukuran, atau objek di sekitarnya”. (baca lebih lanjut pada IAU GA Newspaper, mulai dari hal. 16)

Resolusi Akhir 

Draf pertama resolusi yang diajukan untuk mendefinisikan planet diperdebatkan secara sengit oleh para astronom pada IAU General Assembly tahun 2006 di Praha (ibukota Ceko). Setelah itu versi baru secara perlahan mulai terbentuk. Versi baru draf resolusi tersebut lebih diterima oleh mayoritas astronom dan diajukan kepada para anggota IAU untuk diambil suaranya (voting) pada acara penutupan tanggal 24 Agustus 2006. Pada akhir acara General Assembly tersebut, hadirin menyetujui resolusi B5 mengenai definisi planet di Tata Surya sebagai berikut (jika diterjemahkan):

Sebuah objek luar angkasa (a) yang mengorbit mengelilingi matahari, (b) mempunyai massa yang cukup besar sehingga gravitasi dirinya mampu melawan gaya benda-tegar yang menyebabkan objek tersebut memliki bentuk yang menunjukkan kesetimbangan hidrostatik (bentuk hampir bulat), dan (c)  telah “membersihkan” objek lain di daerah sekitar orbitnya.

(baca lebih lanjut)

Planet Katai, Plutoid, dan Tata Surya sekarang

Resolusi IAU tersebut menjadikan Tata Surya secara resmi memiliki delapan buah planet, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Resolusi IAU tersebut juga membentuk sebuah kelas objek baru yang disebut planet katai. Telah disetujui bahwa planet dan planet katai atau planet katai merupakan dua kelas yang berbeda.  Anggota-anggota awal kategori planet katai adalah Ceres, Pluto, dan Eris, yang dulu dikenal sebagai 2003 UB313. Nama Eris juga ditetapkan pada IAU General Assembly 2006 (baca lebih lanjut). Eris merupakan dewa perselisihan dari Yunani, sebuah nama yang oleh penemunya, Mike Brown, dianggap cocok dengan kegemparan akademis yang menyertai penemuannya.

Planet katai Pluto menjadi prototipe kelas baru dari objek Trans-Neptunian. IAU memperkenalkan istilah baru untuk objek-objek seperti ini, yaitu plutoid (planet katai yang menghuni daerah Trans-Neptunian).

Saat ini resolusi tersebut tetap diberlakukan dan menjadi bukti atas sifat ilmu pengetahuan yang dinamis serta bagaimana pandangan kita terhadap alam semesta terus berevolusi seiring dengan perubahan-perubahan baru yang muncul dari hasil pengamatan, pengukuran, dan teori.

 

Pengamatan Terbaru

Pada 14 Juli 2015, New Horizons, sebuah wahana ruang angkasa milik NASA, terbang melewati Pluto dan melakukan serangkaian pengambilan citra, spektroskopi, dan data in situ yang secara dramatis mengubah pengetahuan kita mengenai Pluto dan sistem lima bulannya. Citra yang diperoleh memperlihatkan bahwa Pluto berukuran lebih besar daripada Eris dan merupakan benda terbesar di daerah sabuk Kuiper. Gambar tersebut juga menunjukkan pemandangan/lanskap luar biasa yang mencakup beragam bentukan, termasuk dataran luas, gunung dengan ketinggian beberapa kilometer, dan bukti keberadaan gunung ‘berapi’.

Permukaan Pluto sangatlah unik karena keanekaragaman komposisi dan warna permukaannya. Sebagian daerah terlihat terang laksana salju, sementara daerah lain terlihat gelap laksana arang. Citra berwarna dan spektroskopi komposisi menyingkap persebaran permukaan es yang sangat kompleks, yang mencakup nitrogen, karbon monoksida, air, dan metana, maupun produk kimia sampingan hasil proses radiolisis (proses dekomposisi molekul akibat radiasi). Sebagian lain permukaan Pluto juga teramati bersih tanpa kenampakan kawah; yang menunjukkan bahwa daerah tersebut telah mengalami modifikasi atau pembaruan belum lama ini (dalam skala waktu astronomis). Sementara bagian permukaan lainnya coreng-moreng oleh kawah dan terlihat sangat tua. Pluto diselimuti oleh lapisan atmosfer dingin yang didominasi unsur nitrogen, yang  lapisan kabut tipis yang merentang jauh hingga ketinggian sekitar 150 km.

Charon, salah satu bulan terbesar Pluto, memperlihatkan kenampakan tektonik yang mengesankan, serta bukti komposisi kerak yang heterogen, akan tetapi tidak tampak memiliki atmosfer; kutub Charon menampilkan daerah gelap yang misterius. Tidak ada satelit ataupun cincin baru yang terdeteksi. Satelit kecil Hydra dan Nix mempunyai permukaan yang lebih terang dari yang diperkirakan.

Hasil ini menimbulkan banyak pertanyaan mendasar mengenai bagaimana sebuah planet dingin nan kecil dapat tetap aktif sepanjang usia Tata Surya. Hasil tersebutkan menunjukkan bahwa planet katai memiliki daya tarik ilmiah yang sebanding dengan planet. Hal yang tidak kalah penting adalah bahwa tiga objek besar sabuk Kuiper yang sudah dikunjungi oleh wahana antariksa sampai saat ini – Pluton, Charon, dan Triton – sangat berbeda antar satu sama lain, menjadi bukti potensi keanekaragaman yang menanti untuk dieksplorasi.

 

Referensi:

Stern, A., & Mitton, J., 2005, Pluto and Charon: Ice Worlds on the Ragged Edge of the Solar System, Wiley-VCH 1997


 

Planet, Planet katai, dan Benda-Kecil Tata Surya 

Pertanyaan dan Jawaban

Q: Dari mana asal usul dari kata “planet”?
A: Kata “planet” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pengembara”, menyiratkan bahwa planet dulunya didefinisikan sebagai objek yang beregerak di langit malam relatif bintang latar belakang.

 

Q: Mengapa dibutuhkan definisi baru untuk kata “planet”?
A: Sains modern memberikan informasi yang jauh lebih banyak dari pada sekadar fakta sederhana bahwa objek-objek yang mengorbit matahari terlihat bergerak relatif terhadap bintang latar belakang. Sebagai contoh, baru-baru ini telah ditemukan beberapa objek di daerah tepian Tata Surya yang ternyata memiliki ukuran yang sebanding atau bahkan lebih besar dari Pluto. Pluto telah dikenal sebagai planet kesembilan dalam sejarah. Oleh karena itu, penemuan-penemuan tersebut tentunya memunculkan pertanyaan mengenai apakah objek-objek Trans-Neptunian yang baru ini dapat dianggap sebagai planet baru atau tidak.

 

Q: Bagaimana para astronom mencapai kesepakatan mengenai definisi planet yang baru?
A: Para astronom dunia, di bawah naungan IAU, membahas definisi baru untuk kata “planet” selama hampir dua tahun. Hasil dari pembahasan tersebut diajukan kepada Planet Definiton Committee sebelum akhirnya diusulkan kepada IAU General Assembly. Melalui perdebatan dan diskusi berkelanjutan, definisi planet terus berubah hingga akhirnya tercapai kesepakatan umum mengenai definisi tersebut yang kemudian dapat dilanjutkan dengan pemungutan suara.

 

Q: Apa saja istilah baru yang digunakan dalam definisi resmi oleh IAU tesebut?
A: Terdapat tiga istilah baru yang diadopsi sebagai definisi resmi oleh IAU. Istilah-istilah tersebut adalah planet, planet katai dan benda-kecil Tata Surya.

 

Q: Dalam bahasa sederhana, apakah definisi baru planet?
A: Planet adalah sebuah benda luar angkasa yang mengorbit mengelilingi Matahari dan cukup besar (mempunyai massa yang cukup) sehingga gaya gravitasi benda tersebut dapat membentuk ulang wujudnya menjadi berbentuk hampir bulat. Selain itu, sebuah planet mengorbit Matahari pada orbit yang bersih. Jika terdapat objek lain yang mendekati orbit suatu planet, objek tersebut akan akan bertabrakan dengan planet, sehingga bergabung dengan planet, atau dilontarkan ke jalur orbit lain.

 

Q: Seperti apakah tepatnya definisi resmi planet yang diusulkan oleh IAU?
A: Sebuah objek luar angkasa yang (a) mengorbit mengelilingi Matahari, (b) mempunyai massa yang cukup besar sehingga gravitasi objek tersebut dapat mengatasi tekanan benda tegar, menghasilkan bentuk yang seimbang secara hidrostatik (mendekati bulat), dan (c) telah “membersihkan” orbitnya dari objek-objek lain.

 

Q: Apakah sebuah objek harus berbentuk bulat sempurna supaya dapat disebut planet?
A: Tidak. Sebagai contoh, rotasi sebuah objek dapat sedikit mengubah bentuknya sehingga objek tersebut tidak sepenuhnya bulat. Misalnya, Bumi mempunyai diameter yang sedikit lebih besar di ekuator daripada yang terukur di antara kedua kutubnya.

 

Q: Berdasarkan definisi baru tersebut, berapa jumlah planet yang terdapat di Tata Surya kita?
A: Terdapat delapan planet di dalam Tata Surya, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, yang dapat dihafal dengan jembatan keledai berikut ini: *Monyet Vokalis Band Menyulap Yoyo Saya Untuk Ninja (Avivah Yamani) (Phyllis Lugger, *http://www.aas.org/cswa/bulletin.board/2006/08.25.06.html). Q: Apakah itu sudah semuanya, hanya delapan planet? A: Tidak. Selain delapan planet tersebut, ada juga lima planet katai. Lebih banyak planet katai mungkin akan ditemukan dalam waktu dekat.

 

Q: Apakah planet katai itu?
A: Planet katai merupakan objek yang mengelilingi Matahari yang berukuran cukup besar (dan cukup masif) sehingga gravitasi objek tersebut dapat membentuk objek menjadi berbentuk bulat (atau mendekati bulat). Pada umumnya, planet katai berukuran lebih kecil dari Merkurius. Sebuah planet katai dapat juga mengorbit di suatu wilayah bersama banyak objek lain. Misalnya, sebuah orbit di sabuk asteroid berada dalam wilayah yang memuat banyak objek lain.

 

Q: Berapa jumlah planet katai di Tata Surya?
A: Terdapat lima planet katai yang diakui saat ini, yaitu Ceres, Pluto, Eris, Makemake, dan Haumea.

 

Q: Apa itu Ceres?
A: Ceres merupakan (atau dulunya merupakan) asteroid terbesar dengan diameter sekitar 1000 km, yang mengorbit pada sabuk asteroid di antara Mars dan Jupiter. Ceres memenuhi syarat sebagai planet katai karena Ceres diketahui mempunyai massa yang cukup besar sehingga gravitasi Ceres dapat membentuknya mendekati bentuk bulat. (Thomas, 2005) Ceres mengorbit di sabuk asteroid dan merupakan contoh objek yang tidak mengorbit pada orbit yang “bersih”. Terdapat banyak asteroid yang melintas di dekat lintasan orbit Ceres.

 

Q: Bukankah Ceres dulunya disebut sebagai sebuah asteroid atau planet minor?
A: Ceres dalam sejarahnya disebut sebagai planet ketika ia pertama kali ditemukan mengorbit pada daerah yang dikenal sebagai sabuk asteroid di antara Mars dan Jupiter pada tahun 1801. Pada saat itu di abad ke-19, para astronom tidak dapat mengamati dengan jelas ukuran dan bentuk Ceres, dan karena kemudian ditemukan banyak objek lain di daerah yang sama, Ceres kehilangan status planetnya. Ceres telah lebih dari satu abad dikenal sebagai asteroid atau planet minor.

 

Q: Mengapa Pluto kini disebut sebagai planet katai?
A: Kini Pluto dikategorikan sebagai planet katai karena ukurannya, dan fakta bahwa Pluto mengorbit melalui daerah yang juga dihuni oleh objek dengan ukuran mirip Pluto, yang dikenal sebagai daerah trans-Neptunian.

 

Q: Apakah Charon, satelit Pluto, juga tergolong planet katai?
A: Untuk saat ini, Charon hanya dianggap sebagai satelit Pluto. Tetapi pemikiran bahwa Charon dapat digolongkan sebagai planet katai tersendiri dapat dipertimbangkan kemudian. Charon dapat dipertimbangkan sebagai planet kerdil karena Pluto dan Charon memiliki ukuran yang sebanding dan saling mengorbit antar satu sama lain, alih-alih satelit yang mengorbiti suatu planet. Pertimbangan terpenting mengenai pertimbangan Charon sebagai planet katai adalah bahwa titik pusat massa sistem yang diorbiti Charon tidak berada dalam objek primer sistem tersebut, Pluto. Titik pusat massa sistem justru terletak di antara Pluto dan Charon.

 

Q: Jupiter dan Saturnus mempunyai banyak satelit besar berbentuk bulat yang mengorbit mereka. Apakah satelit-satelit tersebut sekarang akan disebut planet katai?
A: Tidak, seluruh satelit besar Jupiter (contohnya, Europa) dan Saturnus (contohnya, Titan) mengorbit mengelilingi titik pusat massa yang berada di dalam planet mereka yang besar. Terlepas dari ukuran objek tersebut yang besar dan bentuknya yang bulat, hal yang menentukan status objek berukuran besar seperti Europa, Titan, dll. sebagai satelit adalah lokasi titik pusat massa yang berada jauh di dalam planet. [Meskipun sebenarnya, pemahaman bahwa lokasi titik pusat massa berkaitan dengan definisi satelit belum diakui secara resmi.]

 

Q: Apa itu 2003 UB313 ?
A: 2003 UB313 merupakan nama sementara yang diberikan kepada sebuah objek yang ditemukan pada tahun 2003 yang mengelilingi Matahari di luar orbit Neptunus. Objek tersebut kini disebut Eris dan digolongkan sebagai planet katai.

 

Q: Mengapa Eris digolongkan sebagai planet katai?
A: Citra jepretan Hubble Space Telescope telah menampakkan bahwa Eris memiliki ukuran yang setara atau lebih besar daripada Pluto (Brown, 2006). Selain itu, Eris didapati memiliki sebuah satelit yang kemudian diberi nama Dysnomia, yang adalah nama dewi ketidakteraturan atau anarki yang merupakan anak perempuan Eris. Pada tahun 2007, massa Eris ditetapkan sebesar (1,66 ± 0,02)×1022 kg, 27% lebih besar dari Pluto, berdasarkan pengamatan atas orbit Dysnomia. Eris juga mengorbit pada daerah transneptunian – daerah yang masih belum “dibersihkan” oleh gravitasi Eris. Oleh karena itu Eris digolongkan sebagai planet katai.

 

Q: Apakah sebutan untuk objek yang terlalu kecil untuk disebut planet maupun planet katai?
A: Seluruh objek yang mengorbit Matahari yang berukuran terlalu kecil (tidak cukup masif) sehingga tidak mampu membentuk dirinya mendekati bentuk bulat didefinisikan sebagai benda kecil Tata Surya atau small Solar System bodies. Kelas ini mencakup sebagian besar asteroid di Tata Surya, objek dekat-Bumi (NEO, near-Earth object), asteroid Troya pada orbit Mars dan Jupiter, objek Centaur, objek Trans-Neptunian (TNO) dan komet.

 

Q: Apakah yang dimaksud dengan benda kecil Tata Surya?
A: Istilah “benda kecil Tata Surya” merupakan definisi baru oleh IAU untuk mencakup seluruh objek yang berukuran terlalu kecil (tidak bermassa cukup besar) dan mengorbit matahari untuk memenuhi syarat definisi planet atau planet katai.

 

Q: Apakah istilah planet minor masih digunakan?
A: Istilah “planet minor” mungkin masih digunakan. Tetapi, istilah “benda kecil Tata Surya” umumnya lebih jamak digunakan.

 

Q: Bagaimana sebuah keputusan resmi dihasilkan dalam memutuskan status sebuah objek penemuan baru sebagai planet, planet katai, atau sebuah benda Tata Surya?
A: Keputusan mengenai metode klasifikasi objek yang baru ditemukan akan dibuat oleh komite pemeriksa IAU. Proses pemeriksaan akan meliputi evaluasi, berdasarkan data terbaik yang tersedia, mengenai apakah sifat fisis objek tersebut memenuhi syarat definisi tertentu. Untuk banyak objek, umumnya diperlukan beberapa tahun untuk mengumpulkan data yang memadai.

 

Q: Apakah terdapat kandidat lain yang kini sedang dipertimbangkan untuk status planet?
A: Tidak. Agaknya tidak ada objek lain yang dapat digolongkan sebagai planet di Tata Surya kita. Tetapi, planet lain banyak ditemukan mengedari bintang selain Matahari.

 

Q: Apakah terdapat kandidat lain yang kini sedang dipertimbangkan untuk status planet katai?
A: Ya. Beberapa asteroid besar dapat menjadi kandidat planet katai dan beberapa kandidat tambahan planet katai di luar orbit Neptunus sedang dipertimbangkan.

 

Q: Kapankah pengumuman planet katai baru akan dilangsungkan?
A: Kemungkinan dalam beberapa tahun ke depan.

 

Q: Berapa banyak jumlah planet katai yang mungkin ditemukan?
A: Mungkin terdapat puluhan atau lebih dari seratus yang sedang menunggu untuk ditemukan.

 

Q: Apakah yang dimaksud dengan plutoid?
A: Plutoid merupakan objek luar angkasa yang merngorbit mengelilingi Matahari dengan panjang sumbu semimayor yang lebih panjang dari orbit Neptunus dan mempunyai massa yang cukup sehingga gravitasi objek tersebut dapat mengatasi tekanan benda tegar, menghasilkan bentuk yang seimbang secara hidrostatik (mendekati bulat), dan yang belum dapat “membersihkan” objek lain di sekitar orbitnya. Satelit-satelit plutoid tidak termasuk plutoid, bahkan meskipun objek tersebut cukup masif sehingga bentuknya mendekati bulat berkat gravitasi-diri. Dua plutoid yang telah diketahui adalah Pluto dan Eris. Diperkirakan lebih banyak plutoid akan ditemukan seiring berkembangnya sains dan dihasilkannya penemuan demi penemuan baru. (Baca lebih lanjut)

 

Q: Apakah sebuah satelit yang mengorbit plutoid dapat juga disebut plutoid?
A: Tidak. Berdasarkan Resolusi IAU B5, sebuah planet katai tidak dapat sekaligus menjadi satelit, bahkan meskipun objek tersebut cukup masif sehingga bentuknya ditentukan oleh gravitasi-diri (mendekati bulat). (Baca lebih lanjut)

Referensi

Brown, M. et al. 2006, Astrophysical Journal, 643, L61

Thomas, P. et al. 2005, Nature, 437, 224


Artikel ini diterjemahkan dari IAU Naming of Astronomical Objects.

Karya ini dilisensikan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi 4.0 Internasional (https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/).

Versi Bahasa Indonesia ini diterjemahkan oleh para sukarelawan Astronomy Translation Network yang dikoordinasi oleh National Astronomical Observatory of Japan dan IAU Office for Astronomy Outreach.

 

Diterjemahkan oleh Dustin Jourdan
Diperiksa oleh Ridlo Wibowo and Lis Sulistiyowati
Ditelaah oleh Gianluigi Grimaldi Maliyar

 

Tanggal: 7 August 2018